Dampak, Contoh, dan Sebab Konversi Agama atau Pindah Agama: Ketika Dharma Dikianati Pada Agama Hindu

 


Pindah Agama Dalam Hindu

Dampak, Contoh, dan Sebab Konversi Agama: Ketika Dharma  Dikianati Pada Agama Hindu


Om Swastiastu, Namaste, Salam rahayu Untuk Umat Sudharma, Hare Krishna. Dalam hal ini Penulis Blog hanya menyalin artikel atau bahan bacaan ini dari buku Hindu Di Tanah Kaili yang Penulis Blog dapatkan ketika mengikuti seminar nasional  yang diadakan oleh organisasi Kepemudaan Hindu Unit Pengkajian Hindu Dharma Universitas Tadulako Palu, yang menghadirkan Narasumber langsung oleh anggota DPD RI utusan Prov. Bali yaitu Bapak DR. Sri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna, beliau adalah tokoh yang sangat menginspirasi penulis mengenai Hindu karena beliau selalu peduli terhadap masalah yang berkaitan dengan umat Hindu. Adapun tujuan disalin tulisan ke blog ini yaitu sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan dan sebagai bahan introspeksi diri yang mendalam pada setiap umat hindu. Akhir akhir ini isu  isu konversi agama Hindu telah menjadi bahan pemikiran penulis yang menarik minat penulis untuk membahasnya di forum diskusi umat hindu tetapi  kesempatan tidak ada,  penulis hanya dapat menyajikan di blog ini. Fenomena pindah agama sekarang sangat marak terjadi terutama pada pemuda hindu yang di konversi karena pernikahan  dan salah pemahaman terhadap pemahaman Sarwa Dharma Samabhawa  yaitu yang menganggap semua agama sama saja adalah suatu kekeliruan yang menyebabkan kedangkalan pemahaman oleh umat hindu kususnya kaum muda  yang berakhir menjadi mualaf dan kristiani, sungguh memilukan dan menyayat hati,  sangat di sayang kan. Penulis selama kuliah di Palu sering memperhatikan fenomena ini,  seperti ada orang yang bernama bali seperti ketika penulis pergi ke kantor  Kejaksaan Tinggi Palu penulis melihat salah satu jaksa yang bernama ibu Nyoman ****** tetapi ada gelar hajinya,  membuat penulis terheran heran. Padahal banyak umat hindu jawa yang kembali memeluk hindu malah sebaliknya terjadi pada orang bali,  ketika penulis melakukan kunjungan kegiatan  Tirtayatra yang di adakan oleh UPHDM UNTAD ada sekitar 50 KK yang kembali memeluk hindu oleh orang suku jawa di Mamuju. Atas kunjungan nya keblog ini saya ucapkan terimakasih sebanyak banyaknya, sebenarnya tujuan blog ini di buat oleh Penulis untuk sebagai bahan sumbangan kepada umat Hindu Sanatana Dharma dan untuk mengisi kekosongan waktu dan hobi membaca penulis sebagai tempat penyaluran.

Hindu Di Tanah Kaili Kota Palu

Kasus konversi agama pun terjadi sebagai sebuah sisi lain dinamika umat Hindu di Sulawesi Tengah. Bahkan, sejumlah mantan pengurus PHDI atau pengurus organisasi pemuda ikut terkonversi dan menjadi semacam pendakwah untuk merekrut yang lain.

Dari kasus yang didalami di wilayah Toili, Banggai, sejumlah keluarga yang berpindah agama bermula dari pernikahan campuran laki-laki Hindu dan wanita non-Hindu (beragama Islam). Selang waktu berjalan, wanita Muslim yang ketika menikah diupacarai secara Hindu ini tidak betah memeluk agama Hindu dan ingin pindah ke agama semula. Bahkan sempat kembali ke rumah orang tua tetapi berhasil dijemput kembali. Dua putrinya berpacaran dengan laki-laki Muslim dan telah masuk Islam sebelum menikah. Namun ketika berbagai persoalan menerpa kėluarga ini termasuk persoalan ekonomi, sang kepala keluarga memutuskan untuk berpindah agama. Selain itu memang ada pengaruh dari sejumlah pihak yang sebelumnya sudah beragama Islam. Tidak banyak yang dapat dilakukan oleh pengurus PHDI atau pengurus adat menyikapi sikap dari satu keluarga ini.

Agama Hindu

Peristiwa konversi agama yang cukup menggemparkan terjadi atas tokoh Hindu yang semula aktif dalam membina umat dan menjadi pengurus PHDI, I Putu Sukrayana, MM.Pd tahun 2014. Putu Sukrayana yang kini menjadi kepala sekolah di salah satu SMP pernah menjabat Wakil Ketua PHDI Kabupaten Banggai, sekaligus tokoh yang sangat aktif membangun Pura Saraswati yang di-sungsung oleh sebagian besar etnis Jawa. Bahkan Putu Sukrayana berjuang meneguhkan kembali sejumlah etnis Jawa kedalam agama Hindu yang sebelumnya ragu-ragu menunjukkan identitasnya. Sebanyak 19 KK akhirnya meneguh-kan Sraddhā-nya di Pura Saraswati Desa Jayakencana Kecamatan Toili. Tentang penyebab berpindah agama, tampaknya berbagai faktor menjadi pemicunya, seperti adanya sejumlah kekecewaan, harapan untuk mendapatkan jabatan dalam karir, dan seorang anaknya yang telah terlebih dahulu memeluk agama Islam. Namun sebelumnya, Sukrayana bermasalah dengan banjar adat setempat dimana ia harus didenda ketika tidak mampu hadir dalam kegiatan adat. Waktu untuk melakukan kegiatan adat terbatas bagi seorang PNS yang harus melaksanakan tugas pada jam kerja. Namun pihak banjar setempat langsung mengenakan denda ketika ia tidak mampu hadir. Setelah denda menumpuk, kelihan adat nmenagihnya. Adu argumentasi pun terjadi, dimana Sukrayana merasa dirinya justru memberikan sumbangan melebihi dendanya itu dan menganggap ketiadaan toleransi terhadap dirinya yang tidak mampu hadir karena perbedaan waktu yang dimiliki. Sukrayana akhirnya tidak bersedia membayar atau datang ke Pura setempat dan memilih kembali bersembahyang di Pura Saraswati.

Sukrayana setelah dinyatakan mualaf, aktif berkhotbah di berbagai Masjid dan kegiatan Islam. Bahkan beberapa kali ia berkhotbah dengan menyinggung berbagai kelemahan agama Hindu dan aktif mengajak sejumlah pihak untuk berganti agama memeluk agamanya yang baru. Sama seperti ketika berjuang untuk Hindu, ia juga berjuang dalam agamanya yang baru untuk mengajak lebih banyak umat Hindu menjadi mualaf.

Tentang kemelekatan terhadap agama Hindu, sejumlah tokoh masyarakat di Toili dan Kabupaten Banggai nmenyoroti berbagai doktrin dan keyakinan serta pola hidup dari masyarakat Hindu penganut ajaran Sai Baba (Sai Studi Group). Dikeluhkan, penganut ajaran Sai Baba ini tampak tipis kemelekatan dan kebanggaannya akan agama Hindu. Kelompok ini kerap memandang semua agama sama saja, Tuhan semuanya sama dan bahkan tidak persoalan ketika berpindah agama. Kelompok ini disayangkan kerap mengucapkan ucapan lazim agama lain seperti Alhamdulilah atau Puji Tuhan sebagai ungkapan syukur. Bahkan sejumlah tokoh masyarakat Hindu menyayangkan sejumlah orang yang pernah bergabung atau belajar ajaran Sai Baba pindah agama dengan mudahnya dan seolah disokong keputusan itu oleh tokoh penganut Sai Baba. Pandangan ini tentu saja tidak mewakili ajaran keseluruhan Bhagavan Sri Satya Sai Baba yang di Indonesia menjelma dalam organisasi Sai Studi Group Indonesia yang mengklaim diri sebagai organisasi yang mempelajari Veda melalui wacana Satguru Bhagavan Sri Satya Sai Baba. Sebab inti dari ajaran Sai Baba adalah cinta kasih dan pelayanan. Pandangan bahwa ajaran Sai Baba membenarkan pindah agama dan pengikut Sai Baba seolah tidak lagi bangga dan melekat dengan agama Hindu dibantah oleh banyak pihak. Sai Das (2014) dalam bukunya Swami Sri Sathya Sai Baba: Sebuah Tafsir menegaskan: Mereka yang berpindah agama tidak memahami agama sebagai jalan, dan Tuhan sebagai Tujuan. Mereka menuhankan jalan. Dan, sering kali mereka yang pindah agama, seterusnya hanya terlibat dalam debat kusir untuk membenarkan keputusannya untuk berpindah agama, dengan menjelek-jelekkan agama sebelumnya. Mereka lupa untuk menjalani keagamaan. Mereka lupa untuk menerapkan nilai-nilai keagamaan, yang antara lain adalah mengasihi dan melayani sesame tanpa memandang bulu. Sebab itu, Swami tidak pernah, saya ulangi TIDAK PERNAH membenarkan perpindahan agama. Dalam berbagai kesempatan Beliau menjelaskan bahwaharapannya adalah supaya seorang penganut agama Islam menjadi seorang Muslim yang lebih baik; seorang penganut agama Hindu menjadi pelaku agama Hindu yang lebih baik; demikian pula dengan pengikutagama Kristen, Konghucu, Buddha, dan lainnya. Baba selalu mengingatkan kita bahwa: "KedatanganKu Bukanlah untuk Mengganggu Kepercayaan- Kepercayaan yang Sudah Ada. KedatanganKu Semata untuk Mengu-kuhkan Iman Manusia Terhadap Kepercayaannya" Jika Seorang Kristen mengenal Baba, ia tidak meninggalkan agamanya dan memeluk agama Hindu, karena Baba lahir dalam keluarga Hindu. Tidak sama sekali. Demikian pula dengan penganut agama-agama lain.

Ajaran Baba tidak menggantikan akidah ataupun ajaran agama-agama. Ajaran Baba adalah untuk mempersatuka umat beragama, untuk mempersatuka warga sedunia. Semoga kita semua menyadari betul misi Baba dalam hal ini, dan tidak terlibat dalam usaha Tarik-menarik umat. Fakta lain menunjukkan di Sulawesi Tengah, sejumlah pengurus Sai Studi Group bahkan mengabdi bagi umat diberbagai bidang seperti menjadi pengurus PHDI, pengurus Pura dan sangat aktif dalam berbagai kegiatan Hindu. Rasa cinta terhadap ajaran Hindu bahkan tumbuh ditunjukkan dengan semakin tekun mempelajari Kitab Suci Veda dan

melakukan pelayanan terhadap umat. Pandangan 'agama universal' secara salah yang mungkin dianut oleh segelintir penganut Sai Baba di Sulawesi Tengah bisa jadi sebuah kesalahan berpikir yang fatal dalam memahami ajaran Sai Baba secara utuh. Dari berbagai kasus pindah agama yang ditelusuri, dapat disimpulkan sejumlah sebab terjadinya konversi agama, yakni:

1. Kurang mapannya pengetahuan Hindu. Pengetahuan Agama Hindu sejumlah umat bahkan sejumlah orang yang ditokohkan menunjukkan indikasi kurang mapan. Kemampuan dialog dengan umat lain, terlebih para pendakwah dan misionaris tergolong minim, dimana umat lain dibekali dengan pengetahuan teologi yang mapan serta dimantapkan dengan perspektif ilmu-ilmu sosial. 

2. Perkawinan campuran. Perkawinan campuran antara Hindu dan non-Hindu lebih banyak memui kegagalan, dimana pihak Hindu tampak lebih gampang menyerah soal agama, walaupun ketika perkawinan dilangsungkan secara Hindu, namun ketika waktu berjalan biasanya anak-anak sering memilih tidak beragama Hindu, atau bahkan sekeluarga meninggalkan Hindu. Keluarga akan kuat dalam agama Hindu ketika ada pembinaan yang baik dan pengetahuan Hindu yang baik terutama pihak keluarga dan dukungan yang baik dari masyarakat sekitar.

3.Kekecewaan dan persoalan adat. Adanya perbedaan pendapat tentang sistem adat yang tidak mendapatkan penanganan yang baik sehingga menimbulkan kekecewaan. Perbedaan profesi yang beresiko tidak mampu ikut terjun sesuai dengan kegiatan adat menjadi sebuah kekecewaan. Di luar Bali, dimana profesi yang tidak homogen, pihak adat mestinya lentur dan bijak dalam menjalankan aturan. 

4. Perkawinan menjadi salah satu penyebab pindah agama. Bukan saja seorang perempuan tetapi tidak jarang laki-laki Hindu yang tidak fanatik dengan agama Hindu memilih mengikuti agama calon istri demi memuluskan pernikahannya. 

5. Remaja yang pindah agama lebih banyak karena proses dakwah atau misionaris yang mampu meyakinkan bahwa agama yang ditawarkan jauh lebih baik dan menjamin keselamatan dibanding dengan agama semula. Di Kota Palu maupun kota-kota lain di Sulawesi Tengah banyak misionaris yang rela datang ke tempat-tempat kos, menyampaikan 'kabar gembira' mendoakan, menjadi tempat tukar pendapat bahkan memberikan kitab suci secara gratis membuat sejumlah anak muda akhirnya terkonversi. Sementara di agama Hindu, tidak banyak bahkan tidak ada yang melakukan hal itu.

6. Konversi agama juga terjadi karena menempuh pendidikan di perguruan tinggi atau sekolah berbasis agama tertentu. Dengan pembinaan yang terus menerus, menggunakan teknik tertentu yang terbilang mapan, membuat sejumlah anak muda yang awalnya ingin menuntut ilmu justru terkonversi dengan mudah. Upaya-upaya seperti ini memang gencar dilakukan baik menyasar siswa SMP, SMA maupun mahasıswa. 

Anak-anak muda yang berpindah agama, berganti keyakinan banyak yang bermula dari pergaulan atau kuliah di kampus yang berbasis agama tertentu. Kegiatan doa yang berlangsung terus menerus, doktrin keselamatan yang disampaikan berulang-ulang kadang membuat anak muda berpikir untuk pindah keyakinan. Terlebih mereka yang berada di masa adolensi, masa pemikiran meragukan keyakinan sebelumnya dan menganut nilai-nilai baru yang diyakini lebih membawa kebaikan. Sejumlah anak muda yang sekolah atau kuliah di Kota Palu membeberkan, tidak jarang tempat kost mereka didatangi sejumlah kaum misionaris yang mengajak untuk berdiskusi dan diberikan buku-buku menarik. Jika merasa tertarik, maka kitab suci secara gratis pun didapatkan. Demikian pula di kampus-kampus, banyak pihak lain yang 'penasaran' dengan agama Hindu atau mereka yang membenci keyakinan lain akan menyerang dengan diskusi-diskusi yang tidak sehat. Pemahaman agama yang terjadi secara alamiah, dengan pola-pola upakara saja membuat generasi kita tidak cukup tangguh untuk berdiskusi. Padahal Hindu memiliki cabang keilmuan khusus dalam berdebat dan berdiskusi yakni Tarka Vada dan Vidyā Vada.

Anak muda dalam masa adolensi memang mudah untuk menerima nilai baru. Terlebih ketika ketidak-tahuan mereka atas Filsafat dan Teologi Hindu, ketidakmampuan membaca Veda dijadikan senjata oleh umat lain. Anak muda yang aktif, yang cintanya mendalam terhadap Sanatana Dharma akan bersemangat untuk mencari tempat belajar Veda, tetapi bagi yang tertutup, kurang gaul dan sudah terlanjur mendapat doktrtin agama lain akan sangat goyah dan meninggalkan jalan Dharma. Olehnya, mengingat tantangan yang berbeda di luar Bali sudah saatnya, walaupun terlambat, pembelajaran Kitab Suci Veda sangat diintensifkan guna membangun keyakinan yang kokoh dan rasa bangga sebagai pewaris pengetahuan Veda.

Tokoh-tokoh Hindu, pengurus PHDI, pengurus organisasi keumatan harus segera membangun formula yang cerdas guna menghindari lebih banyak umat Hindu yang meninggalkan Dharma. Menghadapi persoalan yang berbeda, tentu harus membangun langkah yang berbeda pula. Jika dianalisis, konversi agama terjadi dalam dua tingkatan besar yakni konversi yang terjadi pada (1) masa remaja, dengan memilih ja- lan sendiri meninggalkan Dharma, (2) konversi yang terjadi pada orang dewasa yang kerap mengajak keluarganya untuk berpindah agama. Se-lain itu (3) konversi agama terjadi karena pernikahan. Olehnya, solusi dapat dibangun dalam tiga sisi :

1. Menghindari konversi Agama pada remaja dan dewasa awa P'ergaulan menjadi salah satu faktor penyebab kasus pindah agama pada anak usia sekolah maupun kuliah. Selain itu, adanya aktivitas misi atau dakwah yang gencar, melalui dialog dengan mendatangi secara langsung membuat keyakinan menjadi goyah. Sehingga anak muda harus dibekali pengetahuan Veda, mampu mengetahui dan membaca Veda, bukan bahkan tidak pernah melihat kitab sucinya sendiri. Selain itu anak muda harus terus ditumbuhkan kebanggannya sebagai pewaris kebudayaan agung Veda dan mampu berkomunikasi bahkan berdebat dengan penganut agama lain. Namun lebih dalam dari itu, anak-anak muda harus diajak untuk merasakan 'rasa agama' dan 'rasa spiritual sehingga keyakinannya benar-benar mengakar dari dalam hati. Agama harus mampu memberikan sisi terang dalam hidup, menjadi solusi dalam menghadapi berbagai persoalan.

2. Menghindari Konversi yang terjadi pada orang Dewasa Konversi yang terjadi pada seorang dewasa atau bahkan kepala keluarga akan mengajak seluruh keluarganya untuk berpindah keyakinan. Penyebab awalnya bukan ketidaktahuan akan ajaran Hindu melainkan lebih pada sistem sosial yang harus direfornmasi. Sistem sosial baik dalam bentuk banjar adat, desa pakraman, tempekan, suka duka tidak dapat sepenuhnya meniru pola di Bali. Masyarakat transmigran harus cerdas membangun sistem sosial yang benar-benar mapan dan mengayomi semua profesi. Profesi yang berbeda akan menyulitkan ketika sistem sosial dibangun dengan pola penyamaan.

3. Menangani Konversi akibat pernikahan Pernikahan merupakan faktor yang sangat rawan untuk pindah keyakinan. Perempuan Hindu biasanya dengan sangat mudah dapat ditarik ke agama lain dengan alasan pernikahan dan ikut suami. Hanya sedikit dari perempuan Hindu yang bertahan dan berpikir sebelum menikah. Hal ini berbeda dengan umat lain, walaupun perempuan bi- asanya akan sangat susah untuk diajak pindah keyakinan. Wanita Hindu Bali relatif lebih enteng dalam berpindah keyakinan karena alasan pernikahan. Hal ini besar kemungkinan karena keyakinan Hindu tidak begitu mengakar di dalam hatinya dan agama merupakan hal yang dianggap natural bahkan bercampur baur dengan budaya. Pihak keluarga biasanya dengan mudah juga melepas anak perempuannya jika menikah dengan agama lain. Bahkan, di kalangan Hindu ada yang berpikir bahwa pindah agama bukan persoalan. 

Ternyata bukan hanya perempuan, sejumlah laki-laki Hindu di Sulawesi Tengah juga berpindah keyakinan karena ajakan calon istri atau keluarga perempuan. Tentu prosesnya lebih panjang dan ada upaya menanamkan iman dan menunjukkan kelemahan dari agama semula (Hindu) berdasarkan hasil pengamatan dari kasus seorang laki-laki Hindu yang pindah agama, lemahnya pengetahuan Hindu sehingga menyebabkan keragu-raguan terhadap kebenaran agama sendiri, tidak berdaya menghadapi dialog darí umat lain menyebabkan tidak bertahan menjadi orang Hindu. Penyelesaian secara cepat ditengah keinginan menikah dan pihak perempuan yang tidak mau diajak masuk Hindu menyebabkan laki-laki akhirnya menyerah. Selain itu banyak laki-laki Hindu yang secara sukarela membiarkan istrinya tetap menganut agama semula dengan konsekuensi berbeda agama dalam satu keluarga. Wawancara dengan seorang wanita Kristen yang semula sempat diupacarai pernikahan secara Hindu tetapi memilih kembali memeluk Kristen diperoleh gambaran bahwa keimanan membuatnya memilih kembali ke agama semula. Bahwa, belum atau tidak menemukan sesuatu yang membuatnya harus bertahan di agama Hindu. Keimanan Kristen, keyakinan akan Kristus, pemahaman akan keselamatan dikatakan membuatnya harus kembali pada keyakinannya. Terlebih pihak keluarga sejak semula memang tidak setuju untuk berpindah agama walau dengan alasan menikah dengan seorang pria Bali beragama Hindu. 

Anak Muda Hindu Sembahyang di Pura Jaganatha Palu

Fenomena pindah agama karena pernikahan semestinya harus mendapat perhatian dari tokoh-tokoh Hindu. Mendesak untuk segera dibangun semacam pendidikan pra-nikah bagi orang Hindu. Konseling pra-nikah Hindu yang sempat diwacanakan sesungguhnya menjadi Salah satu solusi disamping memang harus ada upaya yang serius dan bersungguh-sungguh mendidik kaum muda dalam ajaran Hindu, bukan hanya adat dan ritual Bali. Pola pembinaan di luar Bali mestinya memang memiliki pola yang berbeda, termasuk menangani kasus pernikahan atau nikah beda agama. Kasus pernikahan beda agama sesungguhnya bukan fenomena baru di Sulawesi Tengah, tetapi sudah berlangsung bahkan sejak awal-awal keberadaan sejumlah warga Hindu asal Bali. Mereka seolah tidak kuasa ketika menikah dengan sejumlah gadis lokal, kecuali memilih untuk beda agama atau berpindah keyakinan. Hal ini mestinya dicarikan solusi yang mapan, termmasuk pembinaan khusus bagi umat lain yang memeluk Hindu karena pernikahan. Sebab banyak yang kembali ke agama semula bahkan dengan memboyong keluarga nya ketika tidak menemukan pencerahan dalam agama Hindu.



I WAYAN AGUS NOVA SAPUTRA
I WAYAN AGUS NOVA SAPUTRA Saya adalah penulis blog alumni Mahasiswa Universitas Tadulako Palu Fakultas Hukum