Apa diet terbaik untuk tubuh manusia?

Makanan yang kita makan adalah apa yang membentuk tubuh kita. Jika kita makan makanan yang baik, tubuh kita akan berkembang dengan kecenderungan sattwik, memasuki mode kebaikan. Namun, jika kita makan makanan yang buruk, tubuh kita juga akan berubah sesuai dengan itu. Apa yang kita makan, itulah yang membentuk tubuh kita. Ini adalah hal yang masuk akal. Lebih penting lagi, pikiran kita juga terbentuk dari makanan yang kita konsumsi.

Orang-orang sering datang kepada saya, Swamiji, dan mengeluh, "Saya punya masalah kemarahan, kemarahan yang sangat ekstrem." Saya bertanya, "Apakah Anda makan cabai?" Mereka menjawab, "Saya suka cabai." Saya menjelaskan bahwa cabai itu meningkatkan tamogun, mode kebodohan, dan itulah yang menyebabkan kemarahan. "Berhentilah makan cabai." Mereka berkata, "Saya tidak bisa berhenti." Maka saya menjawab, "Kalau begitu, Anda juga tidak bisa melepaskan kemarahan." Ada hubungan langsung antara makanan dan pikiran.

Dalam Chandogya Upanishad, ada sebuah cerita tentang hal ini. Sang guru mengajarkan kepada murid-muridnya bahwa makanan memiliki pengaruh pada pikiran. Murid-muridnya berkata, "Guruji, ini tidak masuk akal. Pikiran itu halus, sedangkan makanan itu kasar. Bagaimana mungkin ada hubungannya?" Sang guru kemudian menyuruh muridnya berpuasa selama 15 hari. Setelah itu, sang guru bertanya, "Apakah kamu ingat mantra-mantra ini?" Murid itu telah melupakan semua mantranya. Kemudian sang guru menyuruhnya makan lagi, dan murid itu mulai mengingat mantra-mantranya. Sang guru berkata, "Lihat, ada hubungan antara makanan dan pikiran."

Itulah mengapa Veda dan Bhagavad Gita berulang kali memberitahu kita bahwa penting untuk memahami ilmu makan yang benar dan sehat. Makanan secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam tiga mode: sattwik (mode kebaikan), rajasik (mode nafsu), dan tamasik (mode kebodohan).

Makanan dalam mode kebaikan (sattwik): Ini adalah makanan alami yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia, seperti biji-bijian, kacang-kacangan, lentil, buah-buahan, sayuran, dan semua produk dari sapi. Ketika dikonsumsi dengan benar dan dalam moderasi, makanan ini membuat tubuh dan pikiran menjadi sattwik, damai, tenang, dan terkendali.

Makanan dalam mode nafsu (rajasik): Makanan yang sama, jika dimasak secara berlebihan, terlalu banyak garam, cabai, gula, atau terlalu asam, akan menjadi rajasik. Makanan ini memuaskan nafsu makan dan meningkatkan keinginan duniawi, seperti keinginan untuk melihat, menyentuh, merasakan, dan mengejar kenikmatan duniawi.

Makanan dalam mode kebodohan (tamasik): Makanan yang sudah basi, kering, adiktif, dan semua produk daging termasuk dalam kategori ini. Makanan ini meningkatkan kecenderungan kekerasan, kemarahan, kemalasan, kecanduan, dan tidur berlebihan. Ini adalah ciri-ciri dari mode kebodohan.

Kitab suci Veda berulang kali mengatakan untuk tidak mengonsumsi produk daging. Di seluruh dunia, dalam berbagai tradisi agama, banyak orang suci dan pemikir yang meskipun lahir dalam keluarga pemakan daging, secara alami cenderung menjadi vegetarian. Seperti yang dikatakan George Bernard Shaw, "Jangan jadikan perutmu kuburan untuk hewan."

Jika kita melihat dari sudut pandang logika, Tuhan telah merancang tubuh manusia untuk vegetarianisme. Hewan karnivora memiliki usus yang pendek karena daging cepat membusuk. Usus manusia panjang, sehingga jika daging tetap berada di dalam tubuh terlalu lama, itu akan membusuk dan menyebabkan penyakit. Selain itu, hewan karnivora memiliki gigi taring untuk merobek daging, sedangkan manusia memiliki gigi geraham untuk mengunyah makanan. Hewan karnivora juga memiliki tingkat asam lambung yang lebih tinggi untuk mencerna daging, sedangkan manusia tidak.

Selain itu, jika kita membunuh hewan, kita harus menanggung reaksi karmik. Kita mengambil kehidupan untuk diri kita sendiri, dan kita harus menghadapi konsekuensinya. Bahkan, Shri Krishna mengatakan bahwa bahkan jika kita membunuh sayuran, kita masih terlibat dalam karma. Namun, jika kita mempersembahkan makanan kita kepada Tuhan dan memakan sisanya, kita akan terbebas dari dosa.

Jadi, perbedaan terletak pada sikap internal kita. Jika kita makan dengan kesadaran untuk menikmati, kita akan menghadapi reaksi karmik. Tetapi jika kita makan dengan sikap bahwa kita perlu makan untuk menjaga tubuh agar dapat digunakan dalam pelayanan kepada Tuhan, maka kita akan terbebas dari dosa. Shri Krishna berkata, "Arjuna, mereka yang mempersembahkan makanan mereka kepada Tuhan dan memakan sisanya, mereka akan terbebas dari dosa."



I WAYAN AGUS NOVA SAPUTRA
I WAYAN AGUS NOVA SAPUTRA Saya adalah penulis blog alumni Mahasiswa Universitas Tadulako Palu Fakultas Hukum